Reina dan Rahasia



Penulis : Rifa Alhidayah

"Sejak kapan?" 

Juna bertanya pada gadis yang tertunduk sejak kedatangannya sejam yang lalu. Menit demi menit terlewat begitu saja dalam keheningan di antara keduanya. Dua cangkir kopi pun sampai menyerah mengeluarkan uap.

"Juna, aku -"

"Sejak kapan!"

Nada bicara Juna meninggi. Sorot mata tajamnya telak mengarah pada Reina, gadis berkerudung hitam yang terbata menjawab pertanyaan pria itu.

"Maaf, aku-"

"Aku tanya sejak kapan, Reina?!"

"Tiga," ucap Reina gugup. Bulir-bulir air mata mengalir begitu saja, ia tak kuasa menahan. "Tiga bulan yang lalu."

Suasana cafe hening.

"Enam bulan yang lalu aku pergi berlayar. Dan tiga bulan kemudian, kau mengkhianatiku, Reina."

Juna terkekeh pelan. "Sungguh konyol."

"Maaf." Reina tertunduk semakin dalam. "Sungguh, maafkan aku, Juna."

"Pergilah. Aku muak melihat seorang pekhianat ada di depanku."

Reina bergegas mengemasi tas kecil dan jaketnya. Ia sedikit berlari menuju pintu keluar kafe. Di teras itu, ada seorang lelaki yang sudah menunggunya.

***

"Kita langsung ke rumah sakit, Rein."

Reina terdiam sepanjang jalan. Mobil-mobil yang berlalu-lalang, juga gedung-gedung tinggi yang menjulang, terlihat kabur di mata Reina. Pikiran gadis itu sangat kacau. Pandangannya kosong.

Bahkan saat mobil telah sampai di rumah sakit, juga saat Hanafi membukakan pintu mobil untuknya, lalu menuntun menuju ruang perawatan, Reina tak sepenuhnya sadar. 

Setibanya di ruang rawat, dr. Meggy sudah menunggu. Ia menatap tajam pada Hanafi.

"dr. Meggy, maafkan saya gagal menjaga Rein," ujar Hanafi pelan sebelum Meggy mengomel panjang lebar seperti yang sudah-sudah. 

"Tadi mereka bertemu di Caffe Late. Rein dan Juna."

Meggy kaget dan langsung menghampiri Rein.

"Rein," ucap Meggy dengan lembut, kontras dengan sikapnya pada Hanafi. "Apakah kalian baik-baik saja?"

"Kami telah berakhir." Rein terisak, satu tetes air mata kembali luruh. 

"Ini yang terbaik kan, Meg? Juna percaya bahwa aku berpaling pada Hanafi." Reina tersenyum saat berbicara, namun air mata terus saja mengalir mengiringi kata-kata yang ia ucapkan. Sangat menyedihkan bila melihatnya.

"Jika Juna membenciku, dia akan melupakan aku dengan cepat. Lantas mencari cintanya yang lain. Dia akan hidup bahagia. Begitu kan, Meg?"

Meggy memeluk Rein. "Kau tak seharusnya melakukan ini, Reina."

"Mengapa tidak? Apakah aku masih punya waktu untuk hidup lebih lama, Meg?"

"Tentu." Meggy menepuk punggung Rein dalam pelukannya. "Tentu, Reina. Kita akan usahakan yang terbaik untuk kesembuhanmu."

"Rein!" Hanafi berseru spontan demi melihat darah mengalir dari hidung Rein. 

Meggy mengurai pelukannya dan mendapati Rein terkulai lemas. "Hanafi, kita siapkan operasi sekarang juga!"

***

Satu tahun kemudian.

Jogjakarta, 2 April 2021.

"Rein, aku pulang." 

Senyum tulus Juna berikan pada Rein, gadis yang sangat ia sayangi. Dulu, sampai sekarang. Rasa itu tak pernah hilang. 

"Gadis bodoh. Kau kira mudah untuk melupakanmu begitu saja? Kau kira mudah mengenyahkan rasa ini, Rein?" 

Gadis yang ia ajak bicara itu tak bergeming. Hanya ada diam sebagai jawaban. 

"Rein," ucap Juna pelan mulai frustasi. "Jawab dong, Sayang!"

Juna tergugu. Telapak tangannya mengelus puncak nisan berwarna hitam.

Reina Pangesti Megantara

binti Surya Megantara

Wafat: 1 April 2020

Kurang lebih satu jam, Juna menangis dalam penyesalan. Kawasan pemakaman itu mulai gelap ketika akhirnya Juna berdiri, membalikkan badan menghadap seorang lelaki yang membawanya kemari.

"Mengapa?" Juna bertanya di tengah deru napas yang memburu. Emosinya kembali memuncak. 

"Mengapa kau baru memberitahu padaku, Hanafi? Mengapa, hah?" 

"Aku hanya berusaha menuruti apapun yang Reina inginkan. Termasuk menyembunyikan penyakit Reina, darimu."

Hanafi menjawab dengan tenang. Tangannya mengeluarkan sebuah gulungan kertas berpita cokelat. Diulurkannya benda itu pada Juna.

"Bacalah. Reina memintaku memberikan ini untukmu saat kau kembali dan belum menikah." 

Juna menerima gulungan kertas itu dengan tangan bergetar. Isak tangis masih terdengar sesekali, lirih di antara suara binatang malam. 

"Reina ingin kamu bahagia. Jangan sia-siakan pengorbanan yang ia lakukan, Juna." 

Malam semakin gelap. Lampu penerangan di gerbang pemakaman tak cukup terang untuk menyinari tempat mereka berdiri. Hanafi menepuk pelan pundak Juna.

"Mari pulang."


____Tamat____


Purwokerto, 28 Juni 2022.

Author

Mas Rahman Nama saya surahman umur 24 tahun, belum menikah/single, alamat Banjarnegara No WA 0852-2645-3701 ya kali aja ada yang mau kenalan :D

1 komentar

Posting Komentar