MANTAN GURU HONORER JUALAN CILUNG
Beliau bernama M Catur Effendi (bukan nama sebenarnya) lahir di Kebasen Banyumas. Saat ini usia beliau sekitar 31 tahun profesinya adalah penjual cilung atau aci gulung, keliling dengan menggunakan sepeda motor.
Kehidupan memang tak selamanya sama seperti yang kita harapkan pun begitu bagi Mas Catur. Saya manggilnya mas karena memang beliau masih terlihat muda.
Siapa yang menyangka kalau pedagang cilung ini adalah lulusan S1 sarjana ilmu komputer dari sebuah universitas yang lumayan terkenal di daerah saya.
Dulu, waktu kecil beliau bercita-cita menjadi seorang guru. Untuk itulah dia giat belajar dan sering mendapatkan rangking di sekolahnya, dari SD sampai SMK dan sering mewakili sekolah untuk mengikuti berbagai perlombaan dari tingkat kabupaten sampai provinsi, kenangnya.
Dari caranya bercerita saya yakin beliau cukup bangga dengan masa lalunya.
Saat masuk SMK beliau memilih masuk ke jurusan komputer jaringan atau TKJ karena saat itu lagi ngetren-ngetrennya internet dan komputer, cita-cita beliau akhirnya berubah dari yang dulunya ingin menjadi guru sekarang ingin menjadi seorang programer komputer.
Cita-cita menjadi seorang programer ia mantapkan dengan masuk sebuah sekolah tinggi ilmu komputer.
Setelah lima tahun mengunyah bangku kampus yang lumayan keras dengan segala problemanya, akhirnya dia bisa lulus dengan nilai yang cukup baik, dan bisa menyandang gelar baru di belakang namanya 'S.Kom, sarjana ilmu komputer'. Gelar barunya itu membuatnya cukup percaya diri untuk melamar kerja ke berbagai perusahaan besar.
Setelah melamar kerja kesana-kemari akhirnya dia sadar bahwa mencari kerja kantoran tidak semudah membalikan taplak meja, eh telapak tangan. Beliau tidak pernah mendapat panggilan kerja, sekalipun.
Sebenarnya dia bisa saja melamar kerja ke bagian produksi atau bagian gudang yang hanya membutuhkan lulusan SMK/Sederajat, tapi setelah melihat namanya yang mempunyai gelar sarjana, ia urung melakukannya.
Terkadang pendidikan memang bisa menjadi tangga untuk naik lebih tinggi, tapi bisa juga menjadi penjara yang membelenggu banyak hal, katanya saat itu.
Angin segar pun bertiup ke wajahnya. Selain mengurangi hawa panas angin ini juga menggugurkan daun-daun kering yang memang sudah seharusnya gugur. Berkat kenalan seorang teman, Mas Catur ditawari kerja untuk menjadi guru honorer disebuah sekolah dasar.
Saat ada tawaran menjadi guru, beliau teringat lagi dengan cita-cita masa kecilnya yaitu menjadi seorang guru, "inilah jalan saya mengabdi pada negara dan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa", mungkin begitu katanya.
Setelah memenuhi berbagai macam persyaratan dan mengeluarkan beberapa lembar uang merah bergambar proklamator sebagai bisyaroh, akhirnya dia berhasil menyandang gelar baru yang mampu mengangkat status sosialnya di mata masyarakat dan di mata gadis-gadis gila seragam yaitu menjadi seorang 'Guru'.
Hari pertama bekerja sebagai seorang guru dia melaluinya dengan lancar, pun hari-hari berikutnya dan seterusnya. Hanya saja dia terkejut saat mendapatkan gaji 'honor' nya. Ternyata tak sekeren penampilannya, dia cuma dibayar 1 juta 200 ribu rupiah. Tapi tak mengapa dia sudah menjadi seorang guru, begitu katanya.
Setelah mengabdi selama tiga tahun menjadi seorang guru honorer, akhirnya dia paham bahwa menjadi seorang guru membutuhkan banyak kesabaran terutama kesabaran dibidang finansial, penghasilannya tidak akan pernah bisa naik lagi. Kalaupun ingin agar bisa naik harus menjadi seorang PNS dulu, kalaupun ingin menjadi seorang PNS harus menunggu beberapa tahun lagi yang entah kapan datangnya.
Tiap kali mengikuti tes CPNS dia selalu gagal, pernah ada yang menawari agar bisa lulus dengan membayar sejumlah uang, tapi beliau menolak, bukan karena takut dosa tapi karena memang tidak punya uang.
Saat jam istirahat sekolah dia melihat ke arah luar sekolah, kearah anak-anak yang sedang berebutan membeli jajanan ke penjual jajan diluar sekolah.
Saat itu di depan gerbang sekolah ada tiga orang pedagang jajanan, ada pedagang batagor, siomay, dan cilung. Semuanya ramai dikerubutin sama anak-anak.
Setelah mulai agak sepi Mas Catur menghampiri salah satu pedagang di depan gerbang, dan mengajaknya ngobrol basa-basi.
Setelah ngobrol-ngobrol itulah dia menjadi tau sekaligus terkejut ternyata pedagang pedagang ini mempunyai penghasilan yang lumayan juga, terutama si penjual cilung atau aci gulung.
Si penjual cilung ini saat istirahat yang hanya setengah jam bisa mendapatkan uang sampai 60 ribu rupiah itu hanya setengah jam, kalau sehari gak kebayang berapa hasilnya.
Sejak saat itu dia mulai berpikir untuk keluar dari profesinya sebagai guru dan beralih menjadi pedagang cilung keliling.
Niatnya menjadi pedagang cilung dia mantapkan dengan membuat gerobak sederhana dari gaji terkahirnya sebagai guru, habis 700 ribu yang 500 ribu buat membeli alat dan bahan-bahan. Alhamdulilah, setelah satu minggu jualan dia sudah bisa balik modal.
Katanya, saat awal-awal jualan cilung ada kejadian tak mengenakkan, dia dicibir oleh saudaranya dan beberapa temannya sesama guru karena beliau yang lulusan sarjana tapi hanya menjadi seorang pedagang cilung keliling, "Eman-eman sarjanane", begitu kata mereka.
Tapi Mas Catur tidak peduli, baginya pekerjaan apapun sama saja asal ada duitnya, halal dan lebih besar tentunya. Begitulah pemikirannya saat ini.
Menurutnya nasibnya masih lebih beruntung di banding teman-temannya yang sesama sarjana tapi masih menganggur dan tidak tau mau berbuat apa.
Beliau mendengar kabar bahwa teman-temannya juga banyak yang kurang beruntung, mereka ada yang menjadi tukang cetak bata merah, tukang bangunan, dan tukang manen sawit, dan kebanyakan jadi tukang ojek online.
Memang ada sebagian yang sukses kerja enak kantoran, tapi kebanyakan yang kerja kantoran itu karena bapaknya mempunyai koneksi dengan kantor tempat mereka bekerja, dan sebagian lagi karena faktor alam, yaitu keberuntungan.
Untuk Mas Catur yang bapaknya hanya sebagai tukang nderes (pembuat gula kelapa) otomatis tidak mempunyai koneksi dengan para pejabat alhasil tidak bisa membantunya menjadi seorang pegawai.
Karena jualan cilung inilah beliau menjadi sulit mencari seorang pendamping hidup, kebanyakan wanita memandang remeh pekerjaannya.
Alhamdulilah ditahun 2018 lalu ada seorang gadis yang tulus dan mau dengannya, seorang gadis sederhana dari daerah Banjarnegara, yang mau menerima beliau apa adanya. Enam bulan setelah berkenalan mereka menikah, dan sekarang sudah di karuniai seorang putra.
Dengan berjualan cilung dalam sehari Mas Catur bisa mendapatkan uang sebesar 150 ribu bersih, kalau rame bisa lebih, katanya sambil tersenyum. Entah benar atau tidak aku pun tak tau. Tapi hasil segitu memang lumayan daripada gaji sebagai guru honorer.
Setelah empat tahun jualan cilung dia sudah bisa membeli beberapa bahan bangunan untuk membangun rumah sederhana ditempati keluarga kecilnya di Banjarnegara. "InsyaAllah kalo tidak ada halangan tahun depan sudah mulai bangun rumah", ucapnya dengan tersenyum.
Saat kutanya 'nanti anaknya mau disekolahin sampai sarjana juga apa tidak?', beliau menjawab 'tidak'. Katanya " anak saya akan saya masukan ke pondok pesantren, nanti saya akan ngumpulin uang buat modal usaha, kalo dia sudah besar dan siap, anak saya akan saya suruh buka usaha sendiri", ucap Mas Catur dengan mantap.
Ya begitulah. Kadang, apa yang kita cita-citakan dan apa yang kita impikan memang bisa tercapai, tapi setelah tercapai ternyata cita-cita dan impian itu tak semanis yang kita kira.
Posting Komentar
Posting Komentar