Obrolan pemancing sejati
para pemancing yang sedang memancing dikolam saya |
Saya bukanlah orang
yang hobi mancing, jangankan hobi suka saja tidak tapi saya, maksud saya orang
tua saya punya kolam ikan yang lumayan lebar dan biasa dijadikan untuk
pemancingan umum terutama oleh pemuda di desa saya.
Jadi saya sering
sekali disuruh sama bapak saya buat menjagai kolam kalo ada orang yang mau
mancing, sebenernya Saya agak males kalo
disuruh untuk menunggui orang mancing maksudnya menjagai atau menongkrongi (
gak cocok amat yak bahasanya)..
intinya menjagai orang mancinglah.
Disamping saya gak suka mancing saya juga
bosan menunggu (kecuali menunggu kamu,, iya kamu wk), jadi karena males saya
sering sekali menolak permintaan bapak saya buat menunggui orang mancing.
Nah, ndilalah hari
ini saya gak jualan es pisang ijo jadi saya gak punya alasan yang cukup kuat
untuk menolak permintaan bapak saya untuk ikut menjagai orang mancing (ya elah
ngapain dijagai sii, mending kalo jagai kamu..), ya udah lah akhirnya saya
iyain aja walopun dengan berat hati.
Setelah sampe
dikolam ikan saya duduk dibawah pohon rambutan sambil sesekali mengamati para
pemancing yang sedang memancing (yaiyalah pemancing ya memancing), sambil
sedikit ikutan teriak teriak kalo ada yang strike (dapet ikan).
duduk dibawah pohon
rambutan lama-lama saya merasa boring juga akhirnya saya memberanikan diri buat
jalan-jalan dipinggiran sungai, karena kebetulan kolam ikan saya deket sungai.
Disungai itu saya menjumpai seorang pemancing yang ternyata tetangga saya yang
sebut saja namanya gudel (bukan nama sebenarnya) lalu gudel ini saya ajak buat
mancing dikolam ikan saya.
“mancing gonku bae
del, daripada nang kali ora olih-olih” rayuku.
“ya mengko”,
katanya
akhirnya gudel ikut
mancing juga di kolam pemancinganku. Dan benar saja seperti dugaan saya gudel
ini adalah pemancing profesional yang sudah malang melintang dalam dunia
pemancingan, baru aja memasukan kail ke kolam umpannya langsung disamber sama
ikan, dan beberapa menit kemudian dia sudah dapet banyak ikan.
Setelah dapet
banyak bukannya dibawa pulang eh malah ikannya dikasih kan ke temen nya sesama
pemancing yang dari tadi gak dapet dapet, yahh maklum saja pemancing yang
mancing dikolam saya kebanyakan adalah anak rantau yang memancing hanya untuk
iseng saja, untuk menghabiskan waktu di kampung mumpung masih dalam libur
lebaran.
Sebenernya saya
juga ikut memancing tapi karena gak dapet-dapet akhirnya saya nyerah dan
memilih untuk duduk-duduk saja dibawah pohon rambutan sambil chatingan sama
masa depanku ckck..
Sambil duduk-duduk
saya ikut mendengarkan obrolan para pemancing ini yang kelihatannya semakin
lama semakin menarik.
“del, enakan
mancing nang kali apa nang blumbang? Tanya temen saya.
“wah, ya enakan
nang kali”. Katanya.
“loh bisane? Bukane
enakan mancing nang blumbang, gelis olih akeh?..balas kawan saya.
“ya urung tentu”
jawab gudel singkat.
Lalu dia
melanjutkan bercerita tentang konsep memancing dari sudut pandang yang sangat
falsafi.
Kata dia, pemancing
itu ada dua jenis. Jenis pertama adalah pemancing biasa, sedangkan jenis kedua
adalah pemancing sejati.
Pemancing biasa dan
pemancing sejati secara kasat mata tak bisa dibedakan. Keduanya sama-sama
memancing di sungai atau kolam. Jenis jorannya pun sama, bekalnya sama, bahkan
jenis umpannya mungkin juga sama.
Yang membedakan
pemancing biasa dengan pemancing sejati, kata gudel lagi adalah soal tujuan
mereka memancing.
“pemancing biasa
kue mancing ben olih iwak” kata gudel dengan gaya sok bijak.
“loh, bukane nek
mancing ya mesti go golet iwak pak?. Bantah kawan saya.
“ya, tapi beda
maknanya”
gudel kembali
menjelaskan, bahwa bagi pemancing biasa, ikan adalah tujuan utama, sedangkan
bagi pemancing sejati, ikan hanyalah bonus.
Yang ia cari
sejatinya adalah sensasi menunggu, pelajaran kesabaran, dan rasa puas saat
umpannya disambar ikan.
Pemancing sejati
tak akan pernah mencari ikan. Kalau memang dia ingin ikan, dia tidak akan
memancing, dia akan bekerja, kemudian uangnya ia belikan ikan.
Pemancing sejati
itu, terang dia, tidak menggunakan konsep untung rugi. Sebab jika dia
menggunakan konsep itu, maka ia sudah
rugi sejak awal.
Lah gimana, saat
ujan deras, pemancing sejati itu tak akan beranjak untuk berteduh, ia justru
bakal menggunakan mantolnya dan kemudian melanjutkan aktivitas mancingnya.
Kalau
dipikir-pikir, ia bisa kena risiko demam atau masuk angin sat ia nekat
memancing dalam kondisi hujan deras, biaya berobatnya di puskesmas minimal
seratus ribu, sedangkan ikan yang dia dapat kalau dijual tidak bakal laku
segitu. Tidak akan bisa menutup biaya berobat.
Tapi karena yang
dicari memang kepuasan, sensasi menunggu, dan pelajaran kesabaran, maka ya hal
itu tetap dilakoni. Sebab bagi dia, hal itu mahal harganya. Ia jauh lebih mahal
ketimbang sekedar satu jaring penuh ikan.
“terus apa
hubungane karo mancing nang blumbang?’ tanya kawan saya sama gudel.
“oalah, koe ora
mudeng-mudeng joo”
“nek mancing nang
blumbang kan iwake akeh, gampang olieh, semenit tok beh wis olih akehh”
“iya terus?”
“nah, nek pemancing
sejati kaya nyong kiye mesti ora seneng sing kaya kue, lah kiye semenit tok beh
wis olih ana sekilo,lah nang ndi tantangane, nang ndi letak kesabarane???
“walah , bener koe
del..”
“emut-emut kiye,
pemancing sejati tidak pernah mencari ikan, ia mencari kepuasan atas
kesabarannya.” Kata gudel menutup orasinya.
Saya yang mendengar
percakapan mereka dari bawah pohon rambutan hanya bisa mantuk-mantuk. Sambil
berpikir, ternyata bukan hanya pancasila saja yang mempunyai nilai falsafah
yang tinggi memancing pun tak kalah tinggi nilai falsafah yang terkandung
didalamnya.
Salam_
Walahh..hoby saya juga mancing nih.
BalasHapusTapi mancingnya saya liaran , mancing jaer , mancing belut he..he
Saya Punya Cerita baru Tragedi saat Arus Balik ke Jakarta Silahkan menikmatinya
oke mas siap kunjung balik
BalasHapus